Pelajaran dari Masa Sunyi
Sunyi yang Tidak Selalu Sepi
Pernahkah kamu merasa sunyi, bahkan di tengah keramaian?
Sunyi itu datang dalam diam.
Diam yang menghanyutkan, sekaligus menggugah hati.
Diam yang membawa pelajaran-pelajaran tanpa suara—tapi terasa nyata dalam dada.
Apakah kita mampu bertahan?
Masa sunyi datang tanpa permisi.
Ia hadir di antara pertemuan dan perpisahan,
antara kehilangan dan pencarian.
Ia mengajarkan satu hal yang tak pernah bisa diajarkan oleh keramaian:
Bahwa dalam diam pun, kita tetap bisa tumbuh. Perlahan. Dalam. Seutuhnya.
Rasa sunyi mengajarkanku bahwa tidak semua orang akan tinggal selamanya.
Bahwa setiap perjumpaan punya waktunya.
Mungkin, ada yang datang hanya sebagai perantara—
untuk menyampaikan pelajaran yang tak akan pernah kita temui di tempat lain.
Sunyi juga mengajarkanku tentang rasa bergantung.
Tentang bagaimana kita tak bisa berharap pada siapa pun, bahkan keluarga sendiri.
Karena pada akhirnya, hanya kita yang paling tahu
bagaimana rasanya menjadi diri kita.
Dan bergantung pada orang lain terlalu sering membawa kecewa di tengah jalan.
Dari kesunyian, aku belajar untuk melihat lebih dalam.
Pada sekitar, pada semesta, pada diriku sendiri.
Melihat hal-hal yang luput dari mata orang kebanyakan.
Dan perlahan, aku pun belajar:
Kadang, sunyi bukan musuh…
Melainkan ruang aman tempat kita bisa pulang dan benar-benar mendengar.
Ternyata dari semua hal yang aku dapatkan dari "sunyi", sekarang aku tahu bahwa...
Sunyi tidak juga berarti sepi, sunyi bisa jadi adalah bentuk ketenangan batin yang disamarkan oleh sepi.
Sebuah ruang bagi kita, untuk melihat lebih dalam lagi kedalam diri kita.
Karena sunyi juga mengajarkan kita untuk menerima dan bersabar.
Masa sunyi seringkali membawa kita pada kenyataan yang tak bisa segera kita ubah.
Ia memaksa kita untuk berhenti sejenak,
untuk mengakui bahwa tak semua hal bisa kita kendalikan.
Kita belajar menerima bahwa hidup tak selalu penuh kejutan,
tak selalu ada tawa, hiruk pikuk, atau sesuatu yang bergerak cepat.
Ada masa-masa tenang,
hening,
bahkan datar.
Dan ternyata,
itu pun bagian penting dari perjalanan.
Pada akhirnya sunyi mempertemukan kita dengan diri sendiri.
Ketika tidak ada distraksi, kita akhirnya berhadapan dengan pikiran-pikiran kita yang paling jujur.
Apa yang kita takuti. Apa yang selama ini kita hindari. Apa yang sebenarnya kita inginkan.
Itulah kenapa masa sunyi sering terasa menakutkan—karena kita sedang belajar jujur.
Dalam Sunyi, Kita Bertumbuh
